Tampahan.com, INDRAMAYU || Bau permainan proyek kembali tercium dari pembangunan rehabilitasi gedung sekolah yang terdampak bencana di SMA Negeri 1 Bongas, Kabupaten Indramayu. Sabtu (04/10/2025).
Proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat senilai Rp2,33 miliar itu diduga dikerjakan serampangan oleh kontraktor pelaksana, CV Archandra Karya, perusahaan asal Kabupaten Sumedang.
Hasil penelusuran tampahan.com, Sabtu, 4 Oktober 2025, menemukan sejumlah kejanggalan di lapangan. Di antaranya pada spesifikasi material besi yang digunakan untuk kolom bangunan. Besi yang seharusnya berjenis ulir sesuai standar mutu konstruksi diduga dioplos dengan besi polos.
" Sebagian memang ulir, tapi banyak juga yang polos,” ujar narasumber yang minta diprivasi indentitasnya.
Padahal, harga besi ulir di pasaran jauh lebih tinggi dibandingkan besi polos. Temuan itu mengindikasikan adanya potensi pengurangan kualitas sekaligus keuntungan sepihak bagi kontraktor.
Pantauan di lapangan menunjukkan, hampir seluruh kolom praktis dibangun menggunakan besi polos berdiameter 10 milimeter, bahkan dengan ukuran kolom yang bervariasi. Praktik seperti ini, menurut sejumlah ahli teknik sipil, dapat menurunkan daya tahan bangunan terhadap beban dan gempa—padahal proyek ini ditujukan untuk sekolah yang pernah terdampak bencana.
Ironisnya, pekerjaan berlangsung tanpa penerapan standar keselamatan kerja (K3). Hampir seluruh pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD). Sebuah spanduk bertuliskan “Anda Memasuki Kawasan Tertib K3” justru terpampang di depan lokasi, seolah menjadi tameng visual yang menutupi ketidakpatuhan di dalam area proyek.
Menanggapi tentang pelanggaran K3 oleh kontraktor, Pengamat Kontruksi, H. Setiawan sangat menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, untuk Alat Pelindung Diri (APD ) itu bukan hanya sebatas peringatan melainkan sudah menjadi kewajiban bagi setiap proyek di pemerintahan.
"Ini sudah menjadi kewajiban dan regulasinya juga ada," kata dia.
Adapun regulasi, diutarakannya yakni tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Regulasi ini merupakan dasar utama penerapan K3 di semua tempat kerja, termasuk proyek konstruksi.
" Pasal 3 ayat 1 menegaskan pengusaha wajib menjamin keselamatan tenaga kerja dari bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Dan,
Pasal 9 dan 14 mengatur kewajiban pengusaha untuk menyediakan alat pelindung diri (APD), memasang rambu keselamatan, dan melakukan pengawasan rutin," terangnya.
Tak hanya itu, terdapat pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Diantaranya, pasal 5 ayat (1): Setiap perusahaan wajib melaksanakan dan mempertahankan SMK3 sebagai bagian dari sistem manajemen perusahaan. Pasal 17: Menyebutkan kewajiban melakukan audit K3 secara berkala. Tujuannya: Mewujudkan “Zero Accident” atau nol kecelakaan kerja.
" Proyek pemerintah seperti rehabilitasi sekolah wajib menjalankan SMK3 untuk menjamin keselamatan semua pekerja, " terangnya.
Untuk sistem penerapan SMK3 ini ada banyak regulasi lainnya yang mengatur seperti Permen PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Kemudian, Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Lebih mencengangkan lagi, proyek senilai miliaran rupiah itu diduga tak diawasi oleh konsultan profesional. Baik pengawas dari Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah IX Provinsi Jawa Barat maupun konsultan pengawas independen yang seharusnya dibiayai dari anggaran provinsi, tak terlihat di lapangan.
Saat dikonfirmasi, Ajat, yang mengaku sebagai pengawas kegiatan dari pihak pelaksana CV Archandra Karya, menampik adanya penyimpangan.
“Sudah sesuai dengan RAB-nya, Mas,” ujarnya singkat. Ia menambahkan, pengawasan dari dinas terkait hanya dilakukan sekali dalam seminggu. “Pengawas dari dinas datang setiap hari Jumat,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, proyek tersebut telah memasuki minggu ketujuh pelaksanaan. Namun, tanda-tanda pengawasan ketat maupun transparansi penggunaan anggaran belum terlihat.
Jika benar dugaan pengoplosan material itu terbukti, maka proyek rehabilitasi SMA Negeri 1 Bongas berpotensi menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan pendidikan justru terancam oleh praktik korupsi teknis di lapangan.
Tomsus