INDRAMAYU, tampahan.com - Kebijakan dan aturan selalu jadi masalah, dugaan diskriminasi di lingkungan Pendidikan tidak ada hentinya. Seperti halnya di SMPN 1 Sliyeg kecamatan sliyeg, kabupaten indramayu, Rifat terancam Putus Sekolah Akibat Kebijakan aneh, Sabtu (28/625).
Siswa bernama Rifat dilaporkan dilarang mengikuti ujian dan dipersulit kepindahannya ke sekolah lain. Kejadian ini tidak hanya menghambat masa depan pendidikan Rifat, tetapi juga menyoroti dugaan pelanggaran hak-hak dasar siswa oleh pihak sekolah.
Rifat, seorang siswa asal Desa Tugu Lor, sebelumnya memang memiliki riwayat masalah perilaku di sekolah. Akibatnya, pihak SMPN 1 Sliyeg memutuskan untuk mengeluarkan Rifat dan mewajibkannya pindah ke sekolah lain. Namun, niat baik Rifat untuk melanjutkan pendidikannya di SMPN 3 Balongan justru terganjal oleh hambatan administratif yang dibuat-buat oleh pihak SMPN 1 Sliyeg.
Menurut paman Rifat, pihak sekolah menolak memberikan dokumen penting seperti nomor induk siswa (NIS) dan rapor yang sangat dibutuhkan untuk pendaftaran di sekolah baru. Padahal, dokumen-dokumen ini adalah hak setiap siswa dan merupakan kunci untuk mengakses pendidikan lanjutan.
Menambahkan "Sudah berkali-kali saya datang ke sekolah untuk meminta dokumen Rifat, tapi Kepala Sekolah selalu menghindar dengan berbagai alasan kesibukan," ungkap paman Rifat dengan nada putus asa.
Kepala Sekolah SMPN 1 Sliyeg, yang berinisial NS, diduga kuat sengaja mempersulit proses ini. Bahkan, guru Rifat, Pak Dedi, juga tidak memberikan keterangan atau solusi yang jelas kepada keluarga.
Upaya untuk menghubungi kedua belah pihak melalui telepon pun tidak membuahkan hasil; panggilan mereka selalu diabaikan.
Sikap SMPN 1 Sliyeg ini sangatlah disayangkan. Alih-alih memberikan bimbingan dan fasilitas bagi siswa bermasalah untuk memperbaiki diri, pihak sekolah justru terkesan lepas tangan dan bahkan menghambat masa depan pendidikan Rifat.
Tindakan semacam ini jelas-jelas mencederai semangat pendidikan yang seharusnya inklusif dan memanusiakan.
Penahanan rapor oleh kepala sekolah merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2022 dan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024, sekolah tidak diperkenankan menahan ijazah atau rapor siswa dengan alasan apapun.
Pendidikan adalah hak dasar setiap anak, terlepas dari latar belakang atau masalah perilaku yang pernah mereka alami. K(ewajiban sekolah untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Dengan menahan dokumen penting, SMPN 1 Sliyeg tidak hanya melanggar hak Rifat, tetapi juga menunjukkan ketidakprofesionalan dan minimnya empati terhadap nasib siswanya.
Kasus Rifat ini harus menjadi perhatian serius bagi Dinas Pendidikan setempat. Perlu ada intervensi segera untuk memastikan Rifat mendapatkan hak-haknya sebagai siswa dan dapat melanjutkan pendidikannya tanpa hambatan.
Selain itu, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan praktik di SMPN 1 Sliyeg agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan. Sampai berita ini ditayangkan, pihak sekolah belum memberikan keterangan yang jelas.
Tomsus**