INDRAMAYU, tampahan.com-Aset Desa merupakan barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, pembelian, hibah, sumbangan, atau perolehan lainnya. Aset desa dapat berupa tanah, bangunan, pasar, hutan, mata air, dan lain-lain. Pengelolaan aset desa harus berdasarkan peraturan yang berlaku serta berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai, minggu (02/02/25).
Lebih lanjut, khususnya di Kabupaten Indramayu pengelolaan Aset di atur dalam Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Tanah Tititsara. Hasil dari Lelang Aset Desa digunakan untuk mendukung pembangunan Desa serta sebagai tambahan pengasilan Perangkat Desa.
Namun penjelasan di atas tidak berlaku bagi oknum Kuwu Anjatan Utara Hj. Juhaenih, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu. Diketahui dalam pengkolan Aset Desa, diduga ada campur tangan orang tua Kuwu (Kepala Desa-red). Pasalnya, H. Warga selaku orang tua Kuwu Anjatan Utara, Hj. Juhaenih, disinyalir mengintervensi lebih dalam hingga dituding menguasai TKD (Tanah Kas Desa). Hal tersebut diakui H. Warga ketika ditemui di Kantor Desa Anjatan Utara beberapa waktu lalu oleh Tim media, ia mengakui jika dirinya menyewakan kepada penggarap, termasuk mengamankan uang hasil sewa garapan tanah carik tersebut.
"Benar saya yang menerima uang sewa tanah carik dan kwitansinya saya yang menanda tangani, karena kalau diterima anak saya kawatir habis," jelas H. Warga, kepada Tim media.
Disinggung soal peran dirinya (H.Warga) dalam pengelolaan Aset Desa serta mekanisme lelang, diakuinya soal lelang tetap dilaksanakan namun dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan Panitia Lelang Tanah Kas Desa yang dibentuk berdasarkan Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Tanah Tititsara serta Perdes Anjatan Utara yang mengatur tentang hal serupa.
"Kalau lelang dilaksanakan secara tertutup," ujarnya.
Dugaan Nepotisme serta Penyalahgunaan Kewenangan dalam pengelolaan Aset Desa di ungkapkan oleh Puja Herbowo (Sekdes Anjatan Utara) usai proses mediasi yang dihadiri Anggota DPRD Komisi 6 minggu lalu. Di sampaikan Sekdes Puja Herbowo kepada wartawan www.tampahan.com, proses mediasi yang membahas terkait tambahan tunjangan perangkat desa yang tidak diberikan oleh Kuwu dari hasil Lelang Tanah Kas Desa (TKD) di Tahun berjalan 2024 tidak kunjung selesai. Dirinya merasa bingung haknya sampai dengan saat ini belum diberikan.
"Bu Kuwu tetep kasih untuk tahun 2025 sedangkan hak kami yang belum ditetima adalah carik 2024, kalau tahun 2025 kan baru berjalan. Harapan kami inginnya sih cepet diselesaikan yaitu dibayar dengan nilai dan tahun anggaran yang sesuai, seperti yang tertuang dalam peraturan yang berlaku, jujur kami bingung mau ngadu kemana lagi mungkin ada tindak lanjut dari pihak dewan atau pak camat," ucapnya.
Terpisah, salah satu penggarap, H. Karsim, dikediamannya mengatakan, untuk nilai sewa tanah carik seluas 3 bahu (kisaran 1,5 ha) pembayarannya langsung kepada H.Warga senilai 46.500.000 rupiah untuk garapan tahun 2025 dan pada tahun sebelumnya pun sama.
"Saya bayar ke H.Warga, 3 bahu sebesar Rp. 46.500.000 untuk dua musim garapan tahun ini, kemudian ditahun-tahun sebelumnya menggarap juga dan pembayarannya langsung kepada H.Warga pula," terangnya.
Menyikapi permasalahan tersebut, Koordinator Forum Indramayu Menggugat (FIM), Renza Maulana Mahendra, mengatakan, pengelolaan Tanah Kas Desa, baik tanah bengkok/carik dan juga titisara, secara jelas diatur dalam Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018 tentang Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Tanah Tititsara.
"Tata Cara Pengelolaan Tanah Bengkok dan Titisara sudah diatur dalam Perbup nomor 10 tahun 2020 tentang Perubahan Perbup nomor 29.3 tahun 2018," ucap Renza.
Renza menegaskan, apa yang dilakukan oleh Hj. Juju jelas melanggar ketentuan, karena kuwu itu sendiri telah memberikan peluang kepada keluarganya untuk memperkaya diri melalui salah satu aset desa yang semestinya dikelolah oleh Pemdes malah dipercayakan kepada orang tuanya.
"Kuwu Anjatan Utara, Hj. Juju telah ketentuan tentang tatacara pengelolaan tanah carik dan disinyalir memberi peluang terhadap keluarganya untuk mendapat keuntungan dari aset desa," tutupnya(tomi)