TAPANULI SELATAN-SUMUT, tampahan.com - Diduga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merasa Kebal Hukum, dua paket Pekerjaan proyek Dinas PUPR Tapsel di Desa Siamporik Lombang dan satu paket di Kelurahan Tapian Nauli, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapsel, Provinsi Sumut, terkesan asal jadi dan membingungkan.
Pasalnya, 2 paket pekerjaan ini terkesan asal jadi, dan patut diduga mengabaikan UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik ( KIP ), dan satu paket yang membingungkan, titik lokasi pekerjaan berbeda dengan papan plank informasi dan / atau pengumuman LPSE Kabupaten Tapsel.
Adapun pekerjaan yang dimaksud adalah :
Pekerjaan proyek di Kelurahan Tapian Nauli terkesan asal jadi, dan tidak ditemukan adanya papan plank informasi proyek disekitar lokasi pekerjaan.
Berdasarkan pantauan dalam pengumuman LPSE Kabupaten Tapsel diduga nama paket Rehab Rambin LK 1 Suka Rame, Kec. Angkola Selatan, TA. APBD 2024, nilai pagu paket Rp.199.500.000.
Saat wartawan turun kelokasi, para pekerja dan/atau tukang kepada wartawan mengatakan mereka sudah dua minggu bekerja.
Selanjutnya, satu titik pekerjaan sesuai papan plank informasi dan laman pengumuman LPSE Kab. Tapsel titik lokasi pekerjaan berada di Desa Siamporik Dolok, namun titik lokasi pekerjaan ditemukan berada di Desa Siamporik Lombang.
Dalam papan plank informasi tertulis : Pembangunan Dek Penahan Jalan Siamporik Dolok, tanggal kontrak 14 November 2024, Volume sesuai dengan kontrak, sumber dana APBD tahun 2024, jumlah dana Rp.198.500.000.
Kemudian, pekerjaan proyek di Desa Siamporik Lombang, pekerjaan ini belum diketahui nama paket dan nilai pagu anggaran, karena saat wartawan ke lokasi pekerjaan tidak ditemukan adanya papan plank informasi proyek, dan pelaksanaan pekerjaannya diduga tidak sesuai dengan spesifikasi konstruksi (Spek) karena dikerjakan tanpa menggunakan mesin molen alias manual.
"Untuk pekerjaan di Desa Siamporik Lombang yang tidak ditemukan papan plank informasi di sekitar lokasi pekerjaan, pada Jum'at 27/12/2024 rekan wartawan sudah meminta PPK mengirimkan melalui WA photo papan plank informasi dan pengumuman LPSE nya, namun hingga artikel ini ditulis Hanapi Ritonga sebagai PPK tidak menggubrisnya."
Kembali, Senin ( 30/12/2023 ) PPK Hanapi Ritonga dikonfirmasi rekan wartawan guna meminta bantahannya tentang semua dugaan di atas. Walau pesan konfirmasi terlihat centang dua biru tanda sudah dibaca, namun Hanafi Ritonga diduga memilih diam ditempat karena tidak memberi jawaban dan bantahan apapun.
Sementara Kadis PUPR Tapsel F. Ananda Harahap sebagai KPA dikonfirmasi rekan wartawan melalui WA sedang tidak aktif. Hingga artikel ini dikirim ke meja redaksi, F. Ananda Harahap belum berhasil dikonfirmasi.
Terpisah, menanggapi hal ini, Adi Martua Harahap, wartawan yang ikut turun ke lokasi pekerjaan, mengatakan bahwa pimpinan badan publik yang menghambat akses informasi dapat dikenai sanksi satu tahun penjara dan denda Rp 5 juta."
Menurutnya, publik berhak mendapatkan informasi atas dasar permintaan sesuai dengan UU itu.
"Kalau permintaan informasi tersebut diabaikan atau ditolak, kemudian melalui proses mediasi tetap tidak ada keterbukaan, bisa dituntut,'' kata Adi Martua Harahap. ( Samsul Hasibuan )