Depok,(TAMPAHAN,COM)
A. Latar Belakang
1. Sejarah Pelaksanaan Pilkada di Indonesia
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan perlembagaan demokrasi. Demokrasi lokal sampai saat ini masih terus dikonsolidasikan agar mendapatkan format terbaik. Pilkada serentak merupakan upaya terukur dari proses demokratisasi, karena memiliki tujuan untuk menekan biaya pemilu yang mahal. Selain itu, meningkatkan efisiensi dalam rangka memperkuat demokrasi lokal dengan melibatkan partisipasi langsung masyarakat dalam menentukan masa depan daerahnya.
Sejarah Pilkada serentak dapat dibagi dalam dua fase. Pertama, pra Pilkada serentak. Kedua, masa Pilkada serentak. Pra Pilkada serentak merupakan fase awal penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. Rentang fase ini, sekitar 2005-2007. Sejarah Pilkada dalam fase ini telah memperkuat demokrasi di tingkat lokal dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin daerah mereka sendiri. Walaupun dalam perkembangan masih menyisahkan masalah efesiensi.
Sementara pilkada serentak diberlakukan sejak pilkada 2015-sekarang. Pilkada serentak 2015, melibatkan daerah-daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode 2015 sampai Juni 2016. Daerah-daerah yang menggelar Pilkada serentak 2015 ada di 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota. Setelah itu, pilkada serentak digelar 2017 yang diikuti 7 provinsi dan 94 kabupaten/kota. Sedangkan Pilkada serentak digelar 2018. Pilkada tersebut diperuntukan daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode tahun 2018 dan 2019. Daerah-daerah yang menggelar Pilkada serentak 2018 ada di 17 provinsi dan 154 kabupaten/kota.
Selang setahun atau tepatnya pada 2020, Pilkada serentak digelar untuk daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode tahun 2020. Daerah-daerah yang menggelar Pilkada serentak 2020 ada di 9 provinsi dan 261 kabupaten/kota. Terakhir, Pilkada serentak selanjutnya digelar pada tanggal 27 November 2024 kemarin. Periode Ini akan menjadi pilkada serentak yang paling besar, dengan lebih dari 200 daerah yang akan melaksanakan pemilihan. Harapan besar diletakkan pada pilkada ini untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan kualitas pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia.
2. Dasar Hukum Pelaksanaan dan Sengketa Pilkada Di Indonesia
Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sementara Pilkada pra serentak diatur melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Sementara pelaksanaan pilkada serentak diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang.
Terkait pelanggaran Pemilu dan Pemilukada (Pilkada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Undang-Undang Pemilu). Secara teknis pencegahan dan penanganannya diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (PerBawaslu) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencegahan Pelanggaran dan Sengketa Proses Pemilihan Umum. Untuk sengketa Pilkada, Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili sengketa Pilkada sebagaimana amanat yang diberikan dalam Pasal 24C UUD 1945. Bahkan Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022, menyatakan penyelesaian sengketa hasil pilkada secara permanen menjadi kewenangan MK.
B. Persoalan Umum yang Timbul dari Pilkada Serentak 2024
1. Dugaan Kecurangan Pilkada
Berdasarkan observasi awal, terdapat beberapa dugakaan kecurangan dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024. Pertama, penyelenggara tidak netral (Pilgub Bengkulu, Pilgub Maluku, Pilkada Kapuas Kalteng). Kedua, kartu suara telah tercoblos (Pilgub NTB, Manado Sulawesi Utara, Sumsel, Sulsel, Bandung Barat Prov. Jawa Barat, dan Lampung Barat). Ketiga, birokrasi dan ASN tidak netral. Keempat, oknum aparat tidak netral. Kelima, suap politik (money politics).
Dugaan ragam aksi kecurangan dalam Pilkada serentak 2024 ini, dalam bentuk foto dan video yang direkam memperlihatkan adanya kecurangan. Foto dan video rekaman tersebut disebar di berbagai platform media sosial, dan mendapat kecaman dari banyak pihak.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecurangan dalam Pilkada
Berdasarkan hasil pemantauan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Pilkada 2024, sebagai berikut:
a. Relasi patronase yang kuat antara kandidat dan para penyelenggara pemilu. Patronase politik merupakan penggunaan sumber daya untuk memberikan imbalan kepada individu yang telah memberikan dukungan elektoral. Relasi yang terbangun ini melibatkan hal-hal material dan non-material sebagai bahan transaksi di antara para aktor tersebut.
b. Sistem Pemilu dan biaya politik yang mahal. Sistem pemilu dan pilkada belum bisa mencegah terjadinya kecurangan, akibat biaya politik yang mahal.
c. Lemahnya sistem pendukung dalam Pemilu yang dapat membuka celah terciptanya manipulasi suara. Manipulasi setidaknya terdapat pada dua hal yaitu data pemilih dan rekapitulasi penghitungan suara berjenjang.
C. Persoalan Khusus Pelanggaran / Sengketa Pilkada 2024
Terjadinya pelanggaran selama pelaksanaan Pilkada dan penghitungan hasilnya berujung pada sengketa Pilkada yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya pelanggaran Pilkada secara serentak di Indonesia tahun 2024 ini. Persoalan khusus tersebut terdiri dari 2 (dua) persoalan, sebagai berikut:
1. Mekanisme Mengajukan Gugatan Sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi
Laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian. Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan paling lama 7 hari kerja sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran Pemilu.
Setiap gugatan yang diajukan ke MK harus memenuhi syarat-syarat tertentu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selain itu terdapat pula ketentuan lanjutan terkait sengketa Pilpres yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Berikut adalah syarat gugatan sengketa pemilu yang harus dipenuhi:
a. Gugatan harus diajukan maksimal dalam waktu 3 hari sejak pengumuman hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa "Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3x24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional."
b. Pemohon harus menguraikan secara jelas kesalahan dalam hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menyajikan hasil penghitungan yang benar menurut versi mereka.
c. Selain menguraikan kesalahan, pemohon juga harus menyatakan permintaan pembatalan terhadap hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU serta menetapkan hasil penghitungan yang benar menurut versi mereka.
Setelah memastikan syarat-syarat terpenuhi, proses gugatan akan dilanjutkan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi Berikut adalah tahapan proses gugatan hasil pemilu di MK:
a. Pemohon dapat mengajukan permohonan secara luring atau daring. Pengajuan secara daring dapat dilakukan melalui pendaftaran pada Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik (SIMPEL) pada situs web MK.
b. MK akan melakukan pemeriksaan terhadap syarat-syarat kelengkapan permohonan yang diajukan. Hasilnya, baik lengkap maupun tidak, akan diberitahukan kepada pemohon.
c. Bagi pemohon yang belum memenuhi persyaratan pada tahap sebelumnya, MK menyediakan tahap perbaikan permohonan dengan tenggat waktu tertentu.
d. Permohonan yang telah sesuai dengan persyaratannya akan didaftarkan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) melalui sistem e-BRPK. Pemohon akan menerima Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) sebagai bukti.
e. MK akan memberitahukan jadwal sidang pertama kepada para pihak terkait dan menyampaikan salinan permohonan kepada mereka.
f. Pada tahap ini, kejelasan permohonan akan diperiksa dan nasihat akan disampaikan oleh MK. Sidang pertama dilakukan oleh panel hakim.
g. Tahap ini terdiri dari beberapa agenda yang dilakukan panel hakim, seperti pemeriksaan pokok permohonan, pemeriksaan alat bukti tertulis, mendengarkan keterangan para pihak, dan lainnya.
h. Tahap akhir persidangan di MK. Pengucapan putusan dihadiri oleh pleno hakim dan para pihak terkait.
i. MK akan memberikan salinan putusan kepada para pihak dalam perkara.
D. Strategi Memenangkan Gugatan Pilkada di Mahkamah Konstitusi
Strategi ?menang terhormat? yang diungkapkan Denny Indrayana dalam bukunya, tidak sekedar berupa strategi memperkuat argumentasi hukum di dalam sidang, namun diiringi penguatan strategi ?di luar? sidang seperti membangun opini positif melalui advokasi media, mendayagunakan relasi baik dengan Ormas dan LSM yang tentunya tanpa melanggar garis demarkasi prinsip independensi kekuasaan kehakiman (independence of the judiciary).
Mempengaruhi pola pikir hakim bukanlah merupakan cara yang ilegal jika yang dijadikan alat adalah argumentasi yang menjelaskan detail kasus dengan rasionalisasi logis ?mengapa posisi kasus kita yang harus dimenangkan?. Terdapat pasangan calon yang berhasil memenangkan perkara Pilkada di tingkat Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut:
1. Di kabupaten Kulonprogo
Sengketa pemilihan kepala daerah (Pemilukada) Kulonprogo di Mahkamah Konstitusi (MK) telah berakhir. Gugatan dari pasangan Nomor Urut 2 NOTO (Mulyono - Ahmad Sumiyanto) dan 3 PRAKOSO (Suprapto - Soim) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga pasangan Nomor Urut 4 SEHAT (dr.H.Hasto Wardoyo,SPOG(K) - Drs.H.Sutedjo), dinyatakan MENANG dan siap dilantik untuk memimpin Kulonprogo lima tahun mendatang.
Putusan MK Nomor 78/PHPU.D-IX/2011, dibacakan langsung Ketua MK Mahfud MD, di Jakarta Senin (25/7) malam. Usai sidang pembacaan putusan yang berlangsung sekitar 30 menit, dimulai pukul 19.00 WIB, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kulonprogo, Siti Ghoniyatun, SH mengatakan bersyukur atas kemenangan KPUD dan adanya putusan MK yang menolak gugatan dan tetap memenangkan pasangan Nomor 4 Hasto-Tedjo, maka kami akan segera menindaklanjuti dengan melayangkan surat dilam piri putusan MK ke DPRD Kulonprogo.
Kemenangan pasangan Nomor 4 Hasto-Tedjo dengan ditolaknya dalil-dalil dari pemohon, sehingga MK memutuskan menolak gugatan pemohon Prakoso dan Noto, kemenangan ini bukan hanya kemenangan KPUD saja namun kemenangan seluruh masyarakat Kulonprogo.
2. Kabupaten Labuhanbatu
Merujuk pada Putusan KPU Nomor 64/PL.02.6-Kpt/ 1210/KPU-Kab/IV/2021 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pascaputusan MK Nomor 58/PHP.BUP-XIX/2021 tertanggal 27 April 2021 yang tidak dibatalkan Mahkamah berdasarkan Putusan Mahkamah Nomor 141/PHP.BUP-XIX/2021.
Perolehan suara hasil pemungutan suara ulang di dua TPS tersebut, yakni untuk pasangan calon nomor urut 1 Tigor Panusunan Siregar dan Idlinsyah Harahap dan pasangan nomor urut 4 Abd Roni dan Ahmad Jais masing-masing nol suara. Kemudian, pasangan calon nomor urut 2 yakni Erik Adtrada Ritonga dan Ellya Rosa Siregar memperoleh 440 suara, pasangan Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar mendapatkan 410 suara. Terakhir, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 5 Suhari Pane dan Irwan Indra mendapatkan satu suara. Total terdapat 851 suara sah. Dengan demikian, hasil akhir perolehan suara yang benar masing-masing, yakni pasangan calon Tigor Panusunan Siregar dan Idlinsyah Harahap sebanyak 19.552 suara. Kemudian, pasangan calon nomor urut 2 Erik Adtrada Ritonga dan Ellya Rosa Siregar memperoleh 88.381 suara, dan pasangan Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar mendapatkan 88.298 suara. Sehingga pasangan Andi Suhaimi Dalimunthe dan Faizal Amri Siregar, berhasil memenangkan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Selanjutnya pasangan Abd Roni dan Ahmad Jais memperoleh 28.349 suara dan terakhir pasangan Suhari Pane dan Irwan Indra mendapatkan 12.7345 suara. Majelis hakim menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 70/PL02.06-Kpt/1210/KPU-Kab/V/2021 serta memerintah KPU setempat menerbitkan keputusan baru tentang penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Labuhanbatu sesuai amar putusan.
E. Kesimpulan dan Saran
Dalam rangka mencegah terjadinya kecurangan di proses Pilkada, terdapat beberapa langkah yang ideal, sebagai berikut:.
1. Mengikuti sosialisasi dan pendidikan politik terkait Pilkada yang jujur dan adil.
2. Mengedukasi masyarakat melalui konten di media sosial maupun kampanye untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya integritas dalam Pilkada 2024.
3. Menyebarkan informasi mengenai cara melaporkan tindakan kecurangan serta bekerjasama dengan media untuk memastikan pelanggaran yang terjadi selama Pilkada dilaporkan kepada pihak berwajib dan dapat diketahui oleh publik.
4. Menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dengan menolak suap dalam bentuk apapun selama proses Pilkada berlansung.
5. Mengikuti proses perhitungan suara secara langsung untuk memastikan terjadinya transparansi di Pilkada 2024.
Proses penyiapan Undang-Undang Pemilu serentak nasional dan Undang-Undang Pemilu serentak daerah, harus sudah dilakukan mulai sekarang, agar ke depan tidak lagi terjadi keraguan terhadap kesiapan penyelenggaraan pemilu serentak baik nasional maupun daerah. Pembuatan Undang-undang tersebut dapat dimulai dengan tahap kodifikasi semua peraturan perundangan terkait pemilu yang sudah ada saat ini.
Pengawasan pelaksanaan pilkada serentak juga menjadi fokus perhatian untuk menjamin terwujudnya Pilkada serentak yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Karena itu, peran Badan Pengawas Pemilu beserta jajarannya di tingkat daerah, harus dioptimalkan
Tuntutan akan meningkatnya kinerja, profesionalitas, dan independensi KPU di tingkat pusat dan KPUD di tingkat daerah, harus pula dibarengi oleh reward memadai dari negara, misalnya dengan peningkatan gaji seluruh personel KPU/D sebagai apresiasi terhadap capaian kinerja yang ditunjukkan selama ini(TIM/RED)